Paradox Baduy Jakarta
Pembangunan dan moderenisasi sejatinya merupakan dua proses yang berjalan bersama yang akan menciptakan kondisi lebih b baik dari sebelumnya.
Pembangunan dan modernitas Jakarta saat ini sangat terasa pada tersedianya berbagai macam fasilitas serta sarana dan prasarana yang mendukung berbagai sektor kehidupan masyarakatnya.
Jakarta hari ini sudah menjadi salah satu kota metropolitan tersibuk dan terpadat di dunia. Karena itu pada tahun lalu Jakarta termasuk dalam daftar 10 kota dengan tingkat stress tinggi di dunia. Berdasarkan laporan VAAY bertajuk The Least and Most Stressful Cities Index 2021, Jakarta berada di urutan kesembilan. Tingkat kepadatan, persaingan, kesibukan warga, polusi udara, suara dan jalanan yang macet turut jadi menyumbang faktor penyebabnya. Hanya berjarak 160 kilometer ke arah tenggara dari ibukota, ada situasi yang benar benar berbeda 180 derajat.
Di kaki pegunungan Kendeng, tepatnya di desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Rangkasbitung, Banten, disinilah tempat keberadaan Suku Baduy.
Baduy adalah sekelompok masyarakat sub etnis yang menjalani hidup dengan memegang teguh adat, tradisi, dan tetap selaras dengan alam. Kesederhanaan adalah satu kata yang paling tepat untuk menggambarkan kehidupan orang Baduy. Tidak ada kata modernitas dalam kamus suku Baduy. Tidak ada alat Transportasi, ataupun alat komunikasi.
Untuk memenuhi kebutuhannya mereka bercocok tanam dan menenun. Suku Baduy terbagi dua kelompok yakni Baduy Luar dan Baduy Dalam.
Masyarakat yang tinggal di kaki gunung disebut sebagai Baduy Luar. Sedangkan yang tinggal di atas pegunungan dan disebut Baduy Dalam.
Secara penampilan fisik, keduanya bisa dibedakan menurut pakaian yang dikenakan.
Orang Baduy Dalam biasanya mengenakan pakaian serba putih dengan ikat kepala juga berwarna putih. Sedangkan orang Baduy Luar, biasa mengenakan pakaian serba hitam dengan ikat kepala berwarna biru. Keduanya kerap kali membawa golok sebagai perlengkapan.
Pada perkembangannya, masyarakat Baduy Luar sedikit banyak telah beradaptasi dengan masyarakat lainnya. Karena mereka berada di luar hutan, dan telah berinteraksi dengan kehidupan diluar, mereka pun sedikitnya telah menerima pengaruh dari luar. Baduy Luar pun memiliki cara hidup yang hampir sama dengan masyarakat kebanyakan. Namun demikian kesederhanaan tetaplah menjadi ciri khas mereka karena orang Baduy akan tetap berpegang teguh pada adat dan tradisi.
Dalam melakukan aktifitasnya mereka tidak menggunakan alas kaki dan tidak menggunakan alat Transportasi. Mereka pun tidak akan bepergian keluar Baduy untuk waktu lebih dari tujuh hari.
Sedangkan Baduy Dalam atau orang Kanekes Dalam sampai saat ini masih mengisolasi diri dan tetap tidak terjamah dunia luar. Keberadaan mereka masih tetap utuh dan terjaga baik secara adat, tradisi budaya, maupun teritori.
Jika kamu ingin melakukan healing dan traveling yang anti mainstream, dan ingin merasakan kembali kesederhanaan dalam hidup kamu, datanglah kesini.
Kampung wisata suku Baduy berada di Desa Cibeo, Kabupaten Lebak. Para pengunjung yang datang bisa menikmati indahnya alam yang terdapat di kampung suku Baduy, sekaligus mempelajari budaya mereka. Disini kamu bisa menikmati makanan khas Baduy, tinggal di rumah adat, ataupun mencoba pakaian adat dan merasakan gaya hidup sehari-hari orang Baduy.
Di desa Adat Baduy, kamu akan merasakan suasana kampung yang masih sangat asri dan tradisional. Pepohonan yang hijau nan rimbun diantara rumah yang terbuat dari bambu dan ijuk. Kamu juga bisa menjelajahi sekitar kampung yang asri. Gemercik air sungai yang jernih diantara angin sejuk dan suara kicau burung masih bisa kamu nikmati disini untuk me-refresh otak dan tubuh kamu yang selama ini akrab dengan bising, polusi dan keramaian kota.
Lihat juga:Healing ke Lombok
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan jejak, berkomentar, saran atau kritik.