Suku Terasing Maluku
Maluku adalah salah satu wilayah yang memiliki banyak hal menarik bagi siapapun yang ingin mengenal Indonesia lebih jauh.
Kepulauan Maluku terdiri dari sekelompok pulau di wilayah timur Indonesia yang saat ini terbagi menjadi dua provinsi yaitu Maluku dan Maluku Utara.
Selain memiliki kekayaan alam yang berupa rempah rempah seperti cengkeh, lada, pala, dll yang sudah terkenal ke seluruh dunia, Maluku juga memiliki pesona alam yang sangat memikat. Maluku memiliki potensi wisata alam melimpah seperti pulau, gunung dan banyak pantai indah berkelas dunia yang menjadi primadona wisatawan domestik maupun asing.
Pada liputan kali ini, penulis hanya akan menyoroti keberadaan suku suku yang mendiami wilayah Maluku dan Maluku Utara. Hal ini terkait viralnya pemberitaan di media sosial akhir akhir ini mengenai suku pedalaman hutan Maluku yang masih dianggap primitif.
Masyarakat yang mendiami kepulauan Maluku terdiri dari berbagai suku asli dan sejumlah bangsa pendatang, seperti suku bangsa dari pulau Sulawesi, seperti Bugis, Minahasa, Kaili, Buton, dll. Banyak pula pendatang dari pulau Jawa, seperti orang Jawa dan Sunda bahkan Madura. Etnis Tionghoa pun banyak terdapat di Maluku.
Ambon adalah suku asli terbesar Maluku yang banyak mendiami wilayah Ambon, Saparua, Seram Barat, Nusalaut, dan Haruku.
Masyarakat suku Ambon mayoritas memeluk dua agama besar yaitu agama Kristen Protestan dan Islam.
Dalam kesehariannya, mereka berkomunikasi dengan sesamanya menggunakan bahasa Ambon.
Suku Tidore adalah suku asli Maluku terbesar lainnya. Suku Tidore, kebanyakan mendiami wilayah Tidore, di mana sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan, bertani dan berladang. Suku Tidore mayoritas beragama Islam.
Hal itu karena Tidore, merupakan kesultanan Islam yang sangat berpengaruh sejak abad ke-15.
Di Pulau Halmahera Utara, yang wilayahnya masuk ke dalam provinsi Maluku Utara ada sebuah suku yang terbilang masih sangat primitif. Suku itu bernama Togutil atau dikenal juga dengan sebutan Suku Tobelo Dalam.
Suku Togutil atau Tobelo Dalam adalah sebuah kelompok masyarakat tradisional yang hidup di hutan-hutan Halamahera di kawasan pulau Halmahera. Togutil sendiri dalam bahasa Tobelo memiliki makna terbelakang.
Kehidupan mereka memang masih sangat sederhana dan sangat tergantung dengan alam. Keberadaan hutan-hutan asli adalah rumah dan kehidupan sesungguhnya bagi suku Togutil.
Saat ini ada sekitar 42 keluarga suku Togutil yang bermukim secara berkelompok di sekitar sungai Dodaga. Rumah-rumah mereka terbuat dari kayu, bambu dan beratap daun palem. Umumnya rumah mereka tidak berdinding dan berlantai papan kayu atau bambu.
Sementara itu orang Tobelo sebagian besar menghuni perkampungan di sekitar pesisir. Komunitas ini relatif maju karena tentunya sudah sedikit berbaur dengan warga sekitar.
Secara fisik orang Togutil, memiliki raut muka dan warna kulit yang menunjukkan ciri-ciri ras Melayu yang lebih kuat daripada orang Tobelo.
Menurut cerita, orang Togutil sebenarnya penduduk pesisir yang lari ke hutan karena menghindari pajak pada pemerintah Belanda.
Sekitar tahun 1915, Pemerintah Belanda memang pernah mengupayakan untuk memindahkan memukimkan mereka di Desa Kusuri dan Tobelamo. Karena tidak mau membayar pajak, kelompok ini kembali masuk hutan dan upaya itupun mengalami kegagalan.
Hingga saat ini, suku Togutil masih menerapkan pola hidup secara nomaden. Mereka berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya di sekitar hutan Totodoku guna menemukan lahan baru untuk bercocok tanam.
Kemunculan Suku Togutil belakangan ini sempat ramai diperbincangkan dan beredar di media sosial.
Kemunculan mereka diperkirakan dikarenakan banyaknya penambang dan penebang hutan secara liar yang mengakibatkan wilayah teroteri mereka semakin menyempit.
Bahkan kini Suku Togutil juga mulai sering muncul dari dalam hutan dan berinteraksi dengan warga sekitar yang tinggal di pinggiran hutan.
Dalam berpakaian, Suku Togutil memiliki keunikan tersendiri. Mereka umumnya selalu dominan memakai pakaian warna merah.
Dalam berpakaian, umumnya mereka hanya menutupi alat kelamin yang dinamakan "Sabeba" dengan bertelanjang dada. Hal itu berlaku bagi pria maupun wanita.
Namun seiring dengan waktu, kini sebagian dari mereka ada juga yang sudah menggunakan sabeba yang dipadukan dengan kaos pemberian dari warga luar.
Bahkan kini beberapa orang dari Suku Togutil juga sudah mulai mengenakan celana dalam.
Suku Togutil biasanya berburu Rusa, Kodok, babi hutan, ikan ataupun udang pada malam hari dengan menggunakan tombak dari bambu.
Baca juga: Sejuta pesona Papua
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan jejak, berkomentar, saran atau kritik.