About Me

Foto saya
Garut, Jawa barat, Indonesia
Penulis adalah seorang yang suka berpetualang, dan selalu ingin belajar serta mencoba hal-hal baru..
Tampilkan postingan dengan label suku primitif. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label suku primitif. Tampilkan semua postingan

17 Agustus, 2022

Orang Rimba Sumatera

Salah satunya adalah mengenai keberadaan suku terasing.  Setelah beberapa waktu lalu, netizen cukup heboh dengan 'penampakan' suku Mante di wilayah Aceh yang tertangkap kamera.

Dalam tulisan ini saya ingin mengupas keberadaan suku lainnya di pulau Sumatera yang tak kalah menarik untuk dibahas yaitu Suku Kubu, atau dikenal juga dengan sebutan orang Rimba. 

Adapun saat ini di ibukota Jakarta dan beberapa kota besar lainnya hidup terasa begitu sesak dengan modernisasi, berikut persaingan ekonomi yang juga sangat ketat, di pelosok negeri ini masih ada beberapa kelompok masyarakat yang tidak tersentuh peradaban, bahkan primitif.

Kali ini penulis berkesempatan untuk bisa mengunjungi bahwa tinggal selama beberapa waktu di wilayah  provinsi Jambi. Wilayah dimana suku Kubu itu berada.

Perjalanan darat memang cukup melelahkan. Kebetulan saya turut serta bersama rombongan rekan kerja yang akan bertugas disana. Oh iya, selain menjadi penulis paruh waktu, saya juga bekerja pada sebuah perusahaan penyedia barang sebagai seorang sales/marketing.

Jadi dalam perjalanan kali ini, untuk biaya transport dari kota tempat tinggal saya di daerah Garut Jawa barat menuju lokasi, otomatis gratis.

Singkat cerita, hari itu kamipun berangkat.

Kurang dari tiga puluh jam kami pun tiba di daerah Sarolangun, Jambi. 

Menariknya, di wilayah inilah terdapat hutan Taman Nasional Bukit Dua.belas (TNBD) yang jadi rumah dari sekitar 2000 jiwa Prang Rimba atau Suku Suku Anak Dalam atau yang biasa disebut juga dengan  suku Kubu.

Penyebutan Suku Kubu, mengarah pada suatu kelompok masyarakat yang tinggal di kawasan hutan dataran rendah di Sumatera Tengah khususnya Jambi. 

Penyebutan ini menggenarilasasi dua kelompok masyarakat, yaitu Orang Rimba dan Suku Batin Sembilan.

Kata Kubu berasal dari istilah ngubu atau ngubun dari bahasa Melayu yang berarti bersembunyi di dalam hutan. Kemudian masyarakat sekitar menyebut mereka sebagai “Suku Kubu”. Namun, baik Orang Rimba maupun Batin Sembilan tidak ada yang menyebut diri dan kelompok mereka sebagai Suku Kubu karena bermakna menghina.

Selain di TNBD, sebagian kecil Orang Rimba juga terdapat di wilayah selatan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT).

Orang rimba juga dapat ditemukan di hutan-hutan sekunder dan perkebunan kelapa sawit sepanjang jalan lintas Sumatra hingga ke batas Sumatra Selatan.

Keseharian suku Kubu yang tinggal di hutan, sangat menggantungkan kehidupannya pada alam. Mereka bercocok tanam dan berburu secara berpindah pindah.

Dalam berpakaian, mereka pun masih mengenakan  kulit kayu dan rotan sebagai penutup bagian tubuh. Meski sebagian lain ada juga yang telah mengenakan kain sederhana.

Ular, Rusa, dan kelelawar, sering  jadi perburuanakan mereka yang tinggal di hutan Rimba.

Menurut cerita penduduk setempat, suku Anak Dalam merupakan orang Maalau Sesat, yang lari ke hutan rimba di sekitar Air Hitam, Taman Nasional Bukit Duabelas. Mereka kemudian dinamakan Moyang Segayo. Menurut cerita lain disebutkan bahwa mereka berasal dari daerah Pagaruyung, yang mengungsi ke wilayah Jambi. Hal itu bisa diperkuat dengan adanya adat suku Anak Dalam yang punya kemiripan bahasa dan tradisi dengan suku Minangkabau.

 Kehidupan mereka masih menganut sistem semi nomaden, dan membuat kelompok dengan sebutan “Tubo” yang dipimpin oleh seorang “Tumenggung”.  Kelompok iti terdiri dari beberapa kepala keluarga.  Pemilihan Tumenggung bisa berdasarkan garis keturunan. Namun saat ini siapapun bisa jadi Tumenggung asalkan dianggap punya kapasitas.

Mayoritas suku Anak Dalam menganut kepercayaan animisme atau kepercayaan kepada agama tradisional. Akan tetapi, beberapa keluarga khususnya kelompok yang hidup di kawasan jalan lintas Sumatra telah ikut menjadi penganut Kristen atau Islam.

 Suku Kubu menurut catatan sejarah di Departemen Sosial1990, disebutkan bahwa keberadaan Suku Anak Dalam dulai pada tahun 1624. 

Pada masa itu, Kerajaan Jambi dan Kesultanan Palembang tak henti-hentinya bersitegang, meski keduanya berasal dari rumpun yang sama.

Pertempuran yang tak dapat terelakkan, terjadi di Air Hitam pada tahun 1629. Mereka yang tersisa dari pertempuran ini akhirnya tetap berdiam di hutan rimba, namun terbagi dalam dua kelompok masyarakat yang berbeda.

Menurut catatan Depdos, hal itulah yang bisa menjelaskan kenapa saat ini ada dua kelompok Suku Anak Dalam. Keduanya memiliki adat istiadat, ciri-ciri fisik, bahkan menggunakan bahasa yang berbeda. Perbedaan juga telihat  dalam hal tempat tinggal.

Suku Anak Dalam yang tinggal di hutan belantara Musi Rawas, Sumatera Selatan, berbicara menggunakan bahasa Melayu.

Dalam segi fisik pun, mereka berkulit kuning dan memiliki ciri fisik seperti ras Mongoloid, hampir mirip dengan kebanyakan  orang Palembang saat ini. Karena itu mereka dipercaya sebagai keturunan dari masyarakat Kesultanan Palembang.

Sementara itu, Suku Anak Dalam yang mendiami kawasan hutan Jambi memiliki ciri fisik rambut ikal, kulit sawo matang, dan bentuk mata yang cekung menjorok ke dalam. Dari ciri fisik, kelompok ini termasuk ras Wedoid, yaitu campuran Wedda dan Negrito. Kelompok etnis ini diperkirakan sebagai keturunan Kerajaan Jambi.

Bersambung..

Lihat juga: Suku kanibal di Indonesia










Mau Jadi Turis Gratis

Visi Arab Saudi 2030

 Saudi Arabia, Dulu, Kini dan Nanti Arab Saudi adalah negara paling penting bagi umat Islam di seluruh dunia. Sejak zaman Nabi Ibrahim  seb...

Wisata Korea