About Me

Foto saya
Garut, Jawa barat, Indonesia
Penulis adalah seorang yang suka berpetualang, dan selalu ingin belajar serta mencoba hal-hal baru..

19 Agustus, 2022

SAKAI

  1. Suku suku terasing di Indonesia
     Suku Sakai Terusir Tari Tanah Sendiri 

Nomaden adalah sebuah pola hidup manusia purba yang dilakukan karena ketergantungan mereka yang sangat tinggi pada alam, terutama dalam hal ketersediaan makanan.

Melanjutkan eksplorasi kita di pulau Sumatra, kini bergeser ke Utara, dimana terletak provinsi Riau. Di wilayah pedalaman Riau, ternyata masih ada sekelompok masyarakat yang masih melakukan pola hidup nomaden. Mereka sangat tradisional dan terbelakang. Kelompok masyarakat itu diidentifikasi sebagai suku Sakai.

Orang Sakai merupakan masyarakat yang terasing dan hidup masih secara tradisional baik dalam melalukan kegiatan ekonomi seperti bercocok tanam, maupun berburu.

Orang Sakai hidup menjauhkan diri darikomunitas masyarakat yang lebih luas. Sebelumnya, Orang Sakai dinamai Orang Pebatin. Nama ini dikenal ketika Jepang menjajah Indonesia.

Riau tercatat sebagai wilayah dengan populasi suku Sakai yang signifikan

Suku Sakai termasuk dalam suku sub suku

Melayu, Minangkabau.

Mengenai asal usul mereka, beberapa ahli berpendapat, bahwa orang Sakai merupakan percampuran antara orang Wedoid dengan orang Minangkabau yang bermigrasi sekitar abad ke-14. Sebagian orang Sakai sendiri menganggap bahwa mereka datang dari negeri Pagaruyung, Minangkabau, Sumatra Barat.

Sebagian lainnya mengatakan mereka berasal dari Gasib atau Siak.

Orang Sakai terbagi menjadi  dua kelompok besar yaitu Perbatinan Lima Batin nan Limo) dan Perbatinan Delapan (Batin nan Salapan). Perbatinan ini dibedakkan dari ciri-ciri tanah yang dimiliki masing-masing perbatinan.

Tanah yang dimiliki Batin Salapan ditandai dengan kayu kapur dan sialang. Sementara Batin nan Limo ditandai dengan gundukan tanah. Baiklah kita coba kupas ciri masing masing kelompok di atas untuk bisa membedakan keduanya.

Konon, Perbatinan Lima berasal dari 5 keluarga yang sebelumnya tinggal di desa Mandau yang meminta kepada kepala desa Mandau untuk diberikan tanah karena tidak bisa kembali lagi ke kerajaan Pagaruyung ataupun ke Kunto Bessalam. Lalu, oleh kepala desa tersebut, diberikan hak ulayat atas beberapa tempat yang nantinya menjadi cikal bakal wilayah Perbatinan Lima.

Sementara itu, Perbatinan Delapan, menurut cerita, mereka berasal dari rombongan yang juga berasal dari Pagaruyung. Kelompok ini dipimpin oleh seorang Batin Sangkar yang memecah rombongan menjadi delapan. 

Masing-masing rombongan kemudian membuka hutan untuk dijadikan tempat pemukiman.

Kehidupan, tradisi dan adat suku Sakai masih sangat erat kaitannya  alam. Meskipun sebagian dari mereka kini sudah melakukan pertanian atau berladang. Walau bagaimanapun alam tetap menjadi rumah utama mereka. Namun sayangnya, karena kawasan hutan seiring waktu berubah menjadi daerah industri dan usaha, Suku Sakai pun mulai terdesak karena kehilangan sumber kehidupannya.

Suku Sakai memang tak begitu banyak terdengar. Masyarakat luas lebih mengenal suku Kubu sebagai suku primitif yang hidup di hutan belantara Jambi. Sangat sedikit sekali catatan mengenai suku Sakai hingga tidak banyak yang tidak tahu keberadaan dan eksistensi mereka. 

Gerikut, saya akan mengulas beberapa hal unik mengenai suku Sakai.

Suku ini disebut sebagai keturunan langsung Nabi Adam.

Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa SAKAI merupakan kepanjangan dari Sungai, Kampung, Anak, dan Ikan. 

Artinya mereka hidupnya di sekitar sungai serta bergantung pada hasil kekayaan sungai yaitu ikan untuk bertahan hidup.

Sementara ciri fisik suku ini lebih didominasi kulit cokelat gelap serta rambut berombak. Secara ras ereka tergolong dalam Veddoid. 

Karena belum adanya riset resmi, baik dari pemerintah maupun dari kalangan profesi dan akademisi, terjadilah perbedaan pendapat  mengenai asal-usul Suku Sakai ini.

Menurut catatan lainnya, Suku Sakai ini beral dari Melayu Tua atau Proto-Melayu dan Melayu Muda atau Deutro-Melayu.

Dikatakan, Melayu Tua datang pada tahun 2.500-1500 tahun sebelum Masehi. Lalu disusul migrasi dari Melayu Muda. Pada akhirnya, Melayu Tua tersingkir karena kemampuan kelompok Melayu Muda bertahan hidup lebih baik. Kelompok Melayu Tua terdesak ke daerah di pedalaman dan bertemu dengan orang-orang yang berasal dari ras Wedoid dan Austroloid. Itulah nenek moyang orang Sakai, yang menurut catatan itu berarti berasal dari hasil campuran keduanya.

Suku Sakai Memiliki kepercayaan yang cukup kuat akan "Antu" atau roh leluhur.

Meskipun orang Sakai banyak yang memeluk Islam, tapi mereka juga masih memiliki  kepercayaan yang mengaitkan segala sesuatu aspek kehidupan terhadap Anti tersebut. Misalnya jika mereka gagal panen, itu digambarkan sebagai Antu yang sedang marah.

Antu dipercaya sebagai kekuatan magis, makhluk halus, atau roh yang berperan penting dalam kehidupan mereka. Tempat tinggal Antu diyakini berada jauh didalam hutan rimba yang tak terjamah manusia.

Cara hidup mereka sangat tergantung pada alam, hingga segala sesuatunya sebisa mungkin dibuat dari semua bahan yang tersedia di alam. Salah satu peralatan penting dalam keseharian mereka adalah Timo. 

Timo merupakan wadah yang dibuat dari kulit kerbau yang dikeringkan. Tapi ada juga beberapa bagiannya yang dibuat dari rotan. Jadi wadah yang dibuat dari kulit kerbau dan batas lingkarannya terbuat dari rotan yang kemudian diberi tali yang juga terbuat dari bahan rotan. Timo ini umumnya berfungsi sebagai wadah untuk menampung madu.

Ada juga alat yang bernama Gegalung Galo.

 Ini merupakan alat pertanian yang terbuat dari bambu serta pepohonan. Fungsinya untuk menjepit ubi "Manggalo" untuk diambil sari patinya. Ubi manggalo sendiri merupakan salah satu jenis tanaman penting yang biasa ditanam oleh mereka. Nantinya sari pati dari ubi manggalo itu akan ditampung dengan menggunakanTimo. 

Dalam hal pakaian, orang-orang Sakai  membuatnya dari bahan alam. Biasanya diambil dari kulit pohon dan juga rotan.

Suku Sakai punya aturan dalam berladang, salah satunya aturan dalam pembukaan hutan. Jika hukum adat tersebut dilanggar, tanaman atau tumbuhan yang sudah ditanam nantinya akan rusak oleh hewan liar atau hama.

Pola hidup mereka yang sangat bergantung kepada alam tentunya sangat membantu untuk melestarikan alam itu sendiri. Sayangnya dengan adanya eksplorasi berlebihan, penebangan hutan, dan semakin luasnya alih fungsi hutan menjadi tanaman industri seperti  kelapa sawit atau karet, menjadikan suku ini semakin terdesak. 

Semakin sempitnya hutan, otomatis berimbas pada  semakin terdesakn ya kehidupan mereka. Tradisi lama mereka yang sangat menjaga kelestarian alam dan ekosistemnya membuat mereka dijuluki sebagai penjaga alam. Karena alam semakin rusak, kehidupan, dan tradisi merekapun semakin rusak bahkan terancam punah.

Seiring terdesak nya hak atas hutan adat, cadangan pangan mereka pun tentunya ikut menyudut. Karena itu, untuk bertahan hidup,  tradisi mereka perlahan mulai berubah bahkan sebagiannya sudah mulai berbaur dengan warga. Meski itu sungguh berat, bahkan karena rendahnya daya saing mereka di tingkat masyarakat luas, keberadaan mereka sering diremehkan atau dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggungjawab untuk tujuan merusak alam.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan jejak, berkomentar, saran atau kritik.

Mau Jadi Turis Gratis

Visi Arab Saudi 2030

 Saudi Arabia, Dulu, Kini dan Nanti Arab Saudi adalah negara paling penting bagi umat Islam di seluruh dunia. Sejak zaman Nabi Ibrahim  seb...

Wisata Korea