Dangdut Indonesia vs Trot Korea
Musik dangdut, selama ini diklaim sebagai musik asli, dan menjadi ciri khas Indonesia. Itu sangat wajar karena genre dangdut memang lahir dan besar disini. Adapun di negara lain ada yang hampir mirip, misalnya di India atau di Malaysia, tapi tentunya dalam banyak hal memang sangat berbeda. Dan jelas, itu tidak bisa dibilang dangdut. Disitulah keunikannya, lain halnya dengan genre pop atau rock yang memang bisa dibilang jenis musik yang sangat umum.
Cikal bakal dangdut sendiri ditenggarai berasal dari musik Gambus yang populer sekitar tahun 40an. Gambus, seperti diketahui sangat kental dengan nuansa Arab, Melayu dan Asia barat (Muttaqin, 2006). Pendapat lain mengatakan dangdut berasal dari Melayu Deli yang kemudian di baurkan dengan unsur musik lain dari Arab dan India(Luayik dan Khusyairi, 2012).
Kemunculan Rhoma Irama dengan Soneta grupnya pada era tahun 70an berperan besar pada perkembangan musik dangdut di Indonesia. Dan warna inilah yang seolah menjadi pakem untuk musik dangdut selanjutnya.
Meski begitu, konon, pengaruh aliran rock barat seperti Dep Purple, justru yang jadi inspirasi warna musik Rhoma irama dengan orkes Soneta-nya hingga lagu Melayu yang awalnya terkesan melow mendayu, melalui racikan jenius Rhoma Irama bisa bertransformasi menjadi musik yang lebih rancak, keras, agresif dan progresif.
Lirik lirik lagu ciptaan Rhoma Irama, yang bernuansakan pesan religius, pesan moral, nasionalisme, bahkan kritik sosial, selain cinta tentunya, menjadikannya sebuah warna tersendiri. Lagu lagu seperti 135 juta, Rupiah, Begadang, dll begitu meledak di pasaran. Produktivitas dan kreatifitas Rhoma Irama dalam musik dangdut yang dimulai pada era itu, membawanya pada julukan raja dangdut Indonesia. Sederet penghargaan di bidang musik ia terima, baik dari dalam negeri maupun luar negri.
Tak cuma panggung dan studio rekaman, kehebatan bermusik (dangdut)Rhoma Irama yang juga sangat berbakat di dunia seni peran, dibuktikan dengan sederet judul film seperti satria bergitar, cinta segitiga, dll yang juga sangat sukses di pasaran.
Istilah dangdut, para ahli sepakat bahwa itu diambil dari onomatopoeia instrumen bunyi gendang yang memang terdengar dang-dut (lihat Frederick 1982, Depdikbud RI 1995, Simatupang 1996).
Dangdut koplo
Musik dangdut, walau bagai manapun adalah genre musik paling diterima dan disukai oleh banyak orang, itu fakta. Pada perkembangannya, dangdut masa kini telah bertranformasi dengan adanya sub aliran koplo seiring bermunculannya artis penyanyi dangdut koplo. Kehadiran irama koplo sendiri sempat jadi polemik diantara musisi dangdut karena danggap keluar dari pakem yang dianut selama ini. Namun seiring waktu, penyanyi baru, lagu baru dan pementasan aliran musik ini baik secara offline maupun online seolah semakin menguatkan eksistensi koplo di tengah masyarakat. Diawali dari sebuah komunitas kecil di Surabaya, koplo yang pada awalnya sempat disebut sebagai musik kotekan merujuk pada permainan perkusi gendangnya yang dinamis dan bertempo cepat.
Pada perkembangannya Sodiq cs dengan grup orkes Monata-nya telah membawa dangdut koplo menjadi semakin terkenal. Beberapa penyanyi dari Jawa timur seperti Nella Kharisma, dan Via Vallen bahkan berhasil membawakan lagu lagu beraliran dangdut koplo menjadi lebih terkenal lagi. Pada era globalisasi seperti saat ini, dimana teknologi informasi ada dalam genggaman, tak ayal lagi membuat dangdut koplo pun dikenal dunia.
Trot musiknya para orang tua dan pekerja
Bagi pecinta K-Pop terutama yang generasi milenial, tentu tidak asing dengan boyband Super Junior, BTS, Blackpink, dst. Aksi mereka di panggung, memang telah memikat banyak penikmat musik di seantero jagat.
Selain musik pop yang belakangan diwarnai dengan instrumen musik elektronik, disco dan dance, di Korea Selatan juga ada genre musik yang sedikit banyak memiliki kemiripan dengan musik dangdut di Indonesia. Adalah musik Trot atau Ppongjak namanya. Disebut trot karena memiliki tempo 2/4 dan 3/4 yang diambil dari musik fox trot.
K-Pop Gen A
Pada tahun 90an, blantika musik pop Korea 'dikejutkan' dengan kehadiran boyband HOT, NRG, ataupun SES pada bagian girlbandnya. Genre pop disko yang penampilannya penyanyinya berformat boyband itu ternyata sangat digandrungi masyarakat, terutama generasi mudanya karena mampu mengkolaborasikan vokal dengan koreo indah yang energik dan atraktif. Sechs-Kies dan HOT adalah salah satu pelopor untuk urusan nyanyi sambil nge- dance. Kebolehan performa HOT misalnya, bisa dilihat dalam lagu 'We are the future', Candy, dll. Itulah lagu fenomenal mereka yang rilis tahun '96. Fenomena itulah cikal bakal terlahirnya era boyband Korea generasi berikutnya yang benar benar dapat mengguncang dunia seiring meledaknya invasi budaya Korea ke seluruh dunia yang dikenal dengan istilah Halyu
Pada masa itu, ada juga beberapa penyanyi solo seperti Lee Jihoon, Kim Jung Mo, Kim Kyung Ho, dll juga sukses memikat hati penikmat musik disana dengan warna dan genre yang berbeda. Namun gaungnya tetap kalah dengan artis penyanyi yang berkonsep boyband/girlband.
Meskipun industri musik di Korea tengah menggandrungi genre pop disco dengan bermunculannya beberapa boyband baru, adalah Trot, sebuah genre lawas yang tak kehilangan penggemar. Musik Trot tidaklah mati ditengah ramai da hiruk pikuk ramainya musik pop disco korea. Genre ini punya pasar tersendiri yaitu kaum dewasa, orang lanjut usia dan kalangan masyarakat yang lebih kolot lainnya.
Pada genre trot penyanyi Kim Yong Im adalah salah satu yang sangat populer dengan lagunya Ne Sarang Ge Daeyo. Berikutnya ada Patti Kim, Cho Yong Pil, Shim Soo Bong, Na Hoon-A, dan Lee Mi Ja, adalah sederet penyanyi trot legendaris Korea.
Sementara generasi milenial kini mungkin lebih mengenal jenis genre trot lewat popularitas Hong Jinyoung yang belakangan sukses mengangkat musik trot dengan lagunya 'Love Battery'.
Antara Dangdut dan Trot
Dangdut dan Trot sama sama memiliki cengkok yang khas, yang tidak semua penyanyi bisa membawakanya. Warna musik semarak dan penggunaan kostum yang cenderung meriah seolah menjadi ciri utama yang melekat.
Meski demikian, keduanya memiliki perbedaan dalam tempo lagu, yaitu 4/4 untuk Dangdut sedangkan Trot, 2/4 dan 3/4 (Ismianti dkk, 2016).
Sejarah Trot
Asal mula Trot dimulai sejak masa Kolonial Jepang sekitar akhir tahun 20-an. Mendapat pengaruh dari genre musik Jepang bernama Enka (演歌 dibaca eng.ka), Trot merupakan musik yang paling dinikmati khususnya selama Perang Korea tahun 1950-1953 (Lee, 2017). Meskipun mengalami penurunan kepopuleran pada tahun 90an karena maraknya musik pop, Trot tetap diminati khususnya di kalangan orang tua dan para pekerja.
Memasuki pertengahan 2000-an, Trot kembali mengalami peningkatan popularitas. Menurut survei yang dilakukan Seoul Broadcasting System (SBS) pada tahun 2003, 64 dari 100 lagu favorit Korea sepanjang masa adalah lagu bergenre Trot (Son, 2006). Merespon hal tersebut, Super Junior membentuk sub unit grup bernama Super Junior T pada 2007. Beranggotakan Leeteuk, Heechul, Eunhyuk, Sungmin, Shindong, dan Kangin, Super Junior T merilis lagu Trot berjudul “Rokuko” dan “Tok Tok Tok”.
Dangdut Dan Trot Pernah Satu Panggung
Seperti halnya Dangdut, Trot juga sering terdengar diputar di ruang publik seperti bis, pasar, festival lokal, dan karaoke. Sama-sama menjadi genre musik yang memiliki ciri khas tersendiri. Dangdut dan Trot kemudian pernah dipertemukan dalam satu panggung. Acara yang bertajuk Indonesia-Korea Carnival (I-Ko), itulah konser Dangdut terbesar di Korea Selatan. Even itu diselenggarakan pada 7-8 Juli 2018 di Olympic Stadium Gym Arena, Seoul.
Waktu itu, enam pedangdut Indonesia yaitu Fitri Carlina, Nabilla Gomes, Balena, Ratu Meta, Lilin Herlina, dan Susi Julia KDI. Selain itu dua penyanyi pop yaitu Once dan Husein IDOL juga turut didatangkan dari Indonesia. Sejumlah artis Korea Selatan seperti A-Daily, Sha Sha, dan Kim Malkum pun ikut memeriahkan pentas. Penyanyi Trot senior Tae Jin Ah dan putranya Eru juga turut ambil bagian.
Eru yang dijuluki Indonesia’s Prince bahkan pernah didaulat bersama ayahnya sebagai selebritas Korea yang mewakili Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Seoul pada 2014 (Park, 2014). Mengusung tema “Menuju Persahabatan Abadi Indonesia-Korea", poster Eru dan Tae Jin Ah dipajang satu tahun di depan KBRI Seoul. Tidak hanya itu, Eru pun mendapat penghargaan “Teman Istimewa Indonesia” dari KBRI Seoul karena banyak berperan dalam mempromosikan dan mempererat hubungan Indonesia dan Korea (Kompas, 2 September 2014).
Yang menarik, dalam konser tersebut tampil seorang model asal Korea Selatan bernama Danbi yang memulai karir sebagai pedangdut di Indonesia. Danbi yang sebelumnya menekuni Trot merasa tertarik dengan Dangdut memiliki juga memiliki cengkok khas. Dengan memadukan antara K-Pop dan Dangdut, Danbi memperkenalkan genre baru bernama Korea Pop Dangdut atau K-Dut. Namun, sayangnya tidak ada kabar terbaru dari sepak terjang Danbi sejak 2018 di jagat Dangdut Indonesia.
Sebagai sebuah musik yang sama sama menjadi identitas negara, Dangdut dan Trot masih belum banyak didiskusikan secara serius dalam sebuah wacana maupun diskursus antar kedua negara. Padahal, keduanya memberikan warna khas terhadap jati diri bangsa masing masing dan bisa mempererat hubungan baik kedua negara di bidang seni, budaya dan hiburan. Dangdut dan Trot adalah genre musik yang sama-sama dibentuk dan dipengaruhi oleh musik asing. Namun, pada perkembangannya, kedua genre ini mengalami perubahan gaya mengikuti konteks zaman. Meskipun mengalami pasang surut kepopuleran, Dangdut dan Trot berhasil melebur bahkan menempati posisi penting dalam budaya populer di negara masing-masing.